Senin, 05 Juli 2010

Mangan Milik Alam dan Leluhur

SENIN, 5 JULI 2010
Ilustrasi
Mangan
POS KUPANG.Com -- Masyarakat harus diberi pemahaman tentang peruntukan mangan dan cara-cara menambang mangan yang benar agar tidak merusak alam. Sebab, mangan bukan hanya milik manusia yang hidup saat ini, tetapi juga milik Pencipta, milik alam dan juga milik para leluhur.


Demikian penegasan Ketua Komisi Sosial Budaya Dewan Riset Daerah NTT, P. Dr. Gregor Neonbasu, SVD. 

"Saya kira yang harus dilakukan pemerintah adalah membuat warga paham tentang mangan itu sendiri. Mangan ini tidak hanya dimiliki oleh manusia yang masih hidup melainkan Yang Ilahi, para leluhur dan juga alam," kata Pastor Gregor saat dihubungi hari Sabtu (3/7/2010).

"Kalau manusia sekarang mau rakus, mau ambil semuanya, maka pemilik yang lainnya juga akan tuntut hak mereka," katanya.

Pemerintah, katanya, juga harus mempunyai cara untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban ketika melakukan penambangan mangan.  Warga harus terus diberitahu tentang cara menambang yang benar seperti menggunakan sarung tangan, masker, dan selalu waspada selalu. "Apabila ada gejolak atau tanda- tanda terjadinya tanah runtuh sebaiknya jangan terus menambang. Ataupun ada tanda-tanda alam lainnya. Ini yang perlu disosialisaikan kepada masyarakat," kata Gregor. 

Tentang kesepakatan yang dibuat oleh masyarakat adat, ia setuju asalkan bebas dari rekayasa.  

Abaikan Tuan Tanah 
Ketua Persehatian Orang Timor (POT), Drs. Jonathan Nubatonis mengatakan, izin kuasa penambangan (KP) atau izin usaha penambangan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah selama ini mengabaikan hak para tuan tanah. 

"Waktu potensi mangan mulai ada di NTT, POT sudah lakukan sosialisasi kepada masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) terutama kepada pemilik lahan atau tuan tanah. Kita beritahu masyarakat, setiap izin yang dikeluarkan pemerintah kepada pemegang KP harus diketahui juga oleh tuan tanah," katanya.

Kenyataannya, banyak IUP yang diterbitkan pemerntah tanpa sepengetahuan tuan tanah. Kondisi ini yang kerap menimbulkan masalah di lapangan. Sebab masyarakat selaku pemilik tanah merasa diabaikan.  

"Secara hukum adat, penambangan di wilayah atau di atas lahan milik rakyat harus melalui kesepakatan atau persetujuan  tuan tanah. Tuan tanah harus tahu juga sebab ada tuan tanah yang tidak mau tanahnya dibongkar atau digali," jelasnya. (yel)