Senin, 05 Juli 2010

Mangan, Akar Tanah Timor

SABTU, 3 JULI 2010
 Ibu asal Desa Oenana, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu ini, bersama anaknya sedang mengumpulkan batu mangan di lahan dekat desa setempat, beberapa waktu lalu.

SOE, POS KUPANG.Com -Menurut tokoh adat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), mangan adalah akar tanah Timor. Jika akar tanah ini terus diambil maka tanah ini tak punya kekuatan lagi dan akan terjadi bencana.


Pengambilan batu mangan secara besar-besaran saat ini dilihat sebagai ancaman serius bagi keseimbangan alam. Tokoh-tokoh adat mengatakan, jika "akar tanah" terus diambil maka tanah Timor akan "tenggelam".

Peringatan ini disampaikan tokoh adat Desa Haumenbaki, Kecamatan  Amanuban Barat,  Jakob Nubatonis (70) dan  Tokoh Adat Desa Noemeto, Kecamatan Kota SoE, Trianus Johny Selan  (45). Keduanya ditemui di SoE, Jumat (2/7/20100. 

Jakob mengatakan, antara manusia dan alam memiliki keterkaitan yang sangat erat. Saling membutuhkan dan saling melindungi. Apabila terjadi konflik maka akan muncul berbagai persoalan. Alam akan marah dan pasti membalas tindakan manusia yang melukai alam. Pembalasan alam itu bisa cepat, bisa juga lambat dan dalam beragam bentuk.

Jacob mengatakan bahwa puluhan orang yang mati tertimbun tanah saat mengambil batu mangan, adalah salah satu bentuk pembalasan dari alam. Dia menyebut kejadian ini sebagai reaksi balik dari alam. Alam murka.

Apabila manusia ingin mengambil batu mangan untuk dijual guna memenuhi kebutuhan hidup, maka perlu ada kata sepakat dengan alam. Masyarakat harus duduk  bersama untuk mendiskusikan kira-kira langkah apa yang harus dilakukan.

"Kita dengar bahwa orang ramai-ramai gali tanah ambil batu mangan untuk jual. Tapi, apakah sudah diawali dengan upacara adat? Itu harus dilakukan sebagai bentuk penghormatan atas  ciptaan Tuhan. Alam ini kan ciptaan Tuhan juga. Kalau dilukai ia akan marah, ia akan berontak melawan manusia," tegasnya.

Jakob mengungkapkan bahwa pada lokasi tambang Oefenu di wilayah Amanuban, terlihat  ada lempengan yang menunjukkan bahwa di sanalah akar bumi TTS. Jika alam sudah menunjukkan jati dirinya demikian, katanya, maka seharusnya penambangan dihentikan.

Dia meminta masyarakat setempat untuk sadar dan bijaksana terhadap alam. Mangan bukan satu-satunya  jalan untuk menafkahi keluarga. Masih banyak cara lain  mencari makan, seperti bertani atau beternak. 

Ia juga mengingatkan bahwa sanksi  bagi warga yang mengambil bahan dasar pembuatan besi ini  yakni  akan mendapat petaka. "Pemiliknya tak dapat apa-apa, tapi  orang lain yang menikmati. Ini tidak adil dan saya yakin mereka akan mendapat getahnya," tegas Jakob. 

Tokoh adat lainnya, Trianus Johny  Selan mengatakan, orang Dawan memiliki  tata budaya yang sangat  kental. Budaya yang mengatur tata hubungan  antara manusia dengan alam.  Manusia harus menjaga alam agar tidak terjadi bencana. Orang Dawan, kata dia, yakin bahwa alam ini murka karena ulah manusia. Memang, katanya, alam dalam posisi pasif. Diam. Tetapi  posisi diam itu tidak berarti alam menerima saja semua perlakuan menyimpang dari manusia. 

Ia memberi  ilustrasi. Orang diam,  tenang  tidak berarti tidak tahu apa-apa. Alam pun demikian.   

Sebagai tokoh adat dan juga Kepala Desa Noemeto, Selan mengatakan, secara informal dan formal  sudah berulangkali  ia menyampaikan kepada  masyarakat tentang berbagai resiko yang dihadapi. 

"Saya sudah jalan keliling desa dan menyampaikan agar jangan menambang, apalagi dari segi aturan (perda) belum ada," katanya. 

Namun, masyarakat,  yang karena tuntutan ekonomi,  tidak menggubrisnya. Masyarakat terus menggali perut bumi untuk mencari mangan. Tapi dia akan terus mengingatkan warga.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Kabupaten TTS, Drs. Hendrik Banamtuan yang ditemui di ruang kerjanya, Jumat (2/7/2010), mengatakan,  Bupati TTS, Ir. Paul Mella telah  mengeluarkan instruksi kepada semua  kepala desa agar melarang masyarakat menambang mangan. Ada beberapa pertimbangan bupati yakni akan merusak  alam serta mengancam jiwa. Meski demikian kata Hendrik, masyarakat  terkesan masa bodoh dan terus menambang. (pol)