Senin, 07 Juni 2010

Seberangi 3 Sungai Menuju Dona

Kampoengku Oleh Agnesta Radja
Sabtu, 10 April 2010
 
DONA, dusun terpencil yang berada di puncak bukit Desa Naruwolo, Kecamatan Jerebu'u, Kabupaten Ngada, kaya akan potensi alam perkebunan dan pertanian. Di balik terpencilnya Dona, tersimpan semangat juang dan kekeluargaan tinggi para warganya.

Topografinya yang sulit ditempuh tak mengurungkan niat warganya untuk terus beraktivitas demi menghasilkan rupiah menyambung hidup.

Pada suatu waktu, Pos Kupang memulai perjalanan dari Mangulewa menuju permukiman adat Bena. Setelah melewati pertigaan Bena, jalan mulai berbatu, berdebu, dengan gelombang yang mengguncangkan seisi perut.

Sudah begitu, jalan ke sana juga menanjak, melewati tiga titik jalan yang dialiri air sungai. Pada titik sungai yang pertama, air sungai yang cukup lebar mengalir sangat deras. Membuat hati orang yang tidak biasa menjadi was-was untuk melintasinya.

Bebatuan kali yang besar turut mengguncang keseimbangan laju kendaraan yang melintasi sungai itu. Perjalanan itu berlangsung sekitar 15 km panjanganya.

Bus kayu, satu-satunya kendaraan umum yang memediasi warga Dona dengan Kota Bajawa, masuk ke kampung itu pada pukul 02.00 Wita. Warga yang ingin menjual hasil panennya harus siaga sebelum pukul 02.00 untuk mendapatkan tumpangan. Sedangkan untuk balik dari Kota Bajawa ke Dona, paling lambat jam 10.00 Wita.

Ongkos untuk transportasi tersebut sebesar Rp 15.000. Jika harus menggunakan ojek, warga harus mengocek saku sebanyak Rp 50.000.

"Sayangnya, jika semenit saja terlambat, maka hasil panen tersebut terpaksa bermalam dan menunggu datangnya giliran esok," ungkap Hieronimus Bomo, salah seorang tokoh muda. Jika hasil komoditi itu harus ditunda sehari, maka berkuranglah kualitasnya, harga jualnya ikut menurun.

Begitulah kenyataannya, sudah sembilan tahun pengeluhan ini disampaikan, namun tidak ada tanggapan. Untuk urusan perjalanan, warga Dona selalu diselimuti perasaan khawatir.

Apalagi ketika sedang  diguyur hujan. Satu-satunya kendaraan umum yang melintasi kampung, bus kayu, juga tak mampu menyeberangi sungai itu.

Daripada ditimpa risiko yang buruk, warga terpaksa memilih tetap berdiam di tempat dan tidak memperoleh penghasilan sepeser pun. Selain terpencil dari jalan, warga Dona juga harus rela menjalani aktivitas di perkampungan tanpa penerangan.

Untuk keluarga yang tergolong mampu, dapat menikmati listrik dengan bantuan genset. Namun, keluarga yang hidupnya serba pas-pasan, hanya dapat menyalakan lentera demi mendapatkan cahaya pada malam hari. Rupanya, terlalu tinggi jika harus meminta fasilitas penerangan. Yang utama bagi warga Dona saat ini adalah "jalan".

Hingga permintaan warga diwakili Karolus Kumi, salah seorang tokoh adat. "Khusus untuk Dona-Naruwolo, jalan dari Nage ke Dona dapat diupayakan sehingga hasil komoditi lancar disalurkan, yang kemudian mendongkrak perekonomian warga dusun ini," pintanya.(*)


Sumber : Pos Kupang