Minggu, 27 Juni 2010

Sabtu, 22 Mei 2010 | 10:25 WIB
Kebiasaan Makan Belalang (2)
Tangkap Belalang sambil Pacaran
 
 
 
POS KUPANG-Belalang hasil tangkapan warga Kelurahan Olafolihaa, Kecamatan Pantai Baru, Selasa (4/5/2010) siang.








UNTUK dimakan, belalang yang ditangkap cukup dipanggang di atas bara api atau digoreng. Jenis belalang yang dapat dimakan bermacam-macam. Mulai dari belalang kecil, sedang hingga belalang jenis besar, baik belalang muda maupun belalang yang sudah dewasa atau tua.
Dalam bahasa daerah setempat (bahasa Rote) belalang yang dapat dimakan biasa dikenal dengan sebutan lamahole, lamambo, doko-doko, songgilo dan lamahade (belalang muda yang belum tumbuh sayapnya). Selain itu ada juga

belalang yang disebut bokuk (belum ada sayap dan hanya melompat-lompat), lamafit (belalang muda yang sudah ada sayap) dan lamapeak (belalang dewasa).

Hal ini sesuai cerita beberapa warga Desa Daleholu, Kecamatan Rote Selatan, diantaranya Yusak Paulus dan Kepala Desa Daleholu, Paulus Bengu serta Camat Rote Selatan, Arkhilaus Lenggu,S.Pd.

Erifous Toudua dan beberapa temannya, dari Dusun Lelebe, Kelurahan Olefoliha'a, Kecamatan Pantai Baru, juga berceritra tentang itu.

Pada musim belalang, yakni sebelum musim tanam dan pasca panen, warga Desa Daleholu di Kecamatan Rote Selatan mencari sejauh enam kilometer dari desanya. Mereka mencari di kompleks persawahan Kapasiok. Hal ini karena populasi belalang biasanya  banyak di

kompleks persawahan atau di padang rumput. Pada musim panen atau selesai panen seperti sekarang ini populasi belalang meningkat dan menjadi waktu yang tepat bagi warga untuk menangkap belalang sebagai lauk.

Penangkapan belalang bisa dilakukan pada siang hari dan juga pada malam hari. Tetapi lebih mudah menangkap belalang pada malam hari karena saat itu belalang sedang tidur pulas sambil bergantungan di

daun-daun rumput atau padi. Dengan menggunakan obor, senter atau lampu pelita, warga dengan mudah menangkap belalang yang sedang tertidur menempel di daun rerumputan atau pohon-pohon perdu. Sedangkan kalau pada siang hari, warga berburu belalang dengan memukulnya menggunakan ranting kayu.

Untuk menangkap belalang pada malam hari, biasanya warga pergi bergerombol beberapa orang dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Penangkapan dilakukan secara beramai-ramai baik laki-laki maupun perempuan dengan masing-masing membawa tas plastik atau tempat

penampung lainnya. Hanya saja, menangkap belalang pada malam hari kadang beresiko digigit ular karena warga harus masuk ke rumput-rumputan hanya dengan bermodalkan nyala senter atau obor.

Ada yang menarik pula dari cerita menangkap belalang pada malam hari. Tidak sedikit pula muda-mudi yang memanfaatkan moment menangkap belalang untuk berpacaran. Apalagi kalau menangkap belalang pada malam hari saat bulan terang atau bulan purnama. Saat warga lain berpencar dan asyik menangkap belalang, sepasang sejoli biasanya mencari tempat yang aman untuk berduaan.  Bahkan ada gadis sampai hamil pada musim tangkap belalang seperti ini.

"Biasanya kami pergi tangkap belalang ramai-ramai dan saat kita asyik menangkap belalang, muda-mudi yang sudah saling suka akan menghilang. Lampu obor atau senter yang mereka bawa akan padam, terus kita panggil-panggil tapi tidak ada jawaban lagi. Memang lucu juga tetapi sudah banyak yang jadi suami istri berawal dari pacaran saat tangkap belalang malam hari," kisah Erifous Toudua, warga Dusun Lelebe,

Kelurafaan Olafoliha'a, Kecamatan Pantai Baru sambil terkekeh.

Itulah indahnya dan seninya menangkap belalang pada malam hari di Rote Ndao. Bisa digigit ular, bisa juga mendapatkan kekasih. Apalagi kalau semua anggota rombongan sudah pada mengerti tentang pasangan- pasangan yang sedang menjalin asmara. Justeru saat di hutan mencari belalang itulah, rombongan bahkan memberi peluang bagi mereka untuk bebas memadu kasih.

Belalang yang telah ditangkap, setelah kembali ke rumah, dicabut sayap-sayapnya dan jari-jarinya. Bisa langsung dibakar atau direbus dulu dengan air sampai matang kemudian digoreng lagi. Bisa juga dicampur dengan gula air kemudian dimakan.

Usus belalang tidak dibuang saat dibakar atau digoreng karena orang Rote beranggapan belalang bukan binatang yang kotor.

Wakil Bupati Rote Ndao, Drs Marthen Luther Saek mengatakan, budaya memakan belalang ini merupakan potensi budaya yang bisa dijadikan potensi pariwisata. Alasannya, belalang di Kabupaten Rote Ndao

memiliki kekhasan dibandingkan belalang di daerah lain. Apalagi di NTT hanya warga Rote Ndao yang memakan belalang sebagai lauk.

"Budaya makan belalang ini harus dipromosikan sebagai potensi pariwisata budaya. Kalau ditempat lain orang makan belalang karena senang-senang atau belalang dianggap hama tanaman tetapi di Rote Ndao

makan belalang adalah kebudayaan. Kalau belalang mau jadi hama tanaman maka manusia akan memakan habis belalang-belalang itu," kata Saek sambil tertawa.

Mungkin sebagaian warga NTT merasa sulit untuk makan belalang tetapi itulah kenyataan di Kabupaten Rote Ndao. Bila ada yang ingin mencoba bisa saja datang ke Rote Ndao.

Sejauh ini belum ada penelitian tentang kandungan gizi dalam daging belalang yang biasa dimakan oleh orang Rote. Yang jelas belalang tidak harus ditakuti karena hama tanaman tetapi juga sebagai "teman" makan masih. Apalagi diolesi sambal pedas lemon asam. Rasanya menggoda. (maksi marho)