Minggu, 27 Juni 2010

Kebiasaan Makan Belalang di Rote (1)

Jumat, 21 Mei 2010
Harum, Gurih, Nikmat...!
 
 
 
POS KUPANG-Warga Desa Daleholu di Rote Selatan membakar belalang untuk dihidangkan kepada pejabat Pemkab Rote Ndao yang berkunjung ke desa itu, Selasa (4/5/2010).





DALAM kitab suci pemeluk agama Kristen ditulis bahwa Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit dan makananya belalang dan madu hutan (Mateus pasal 3 ayat 4). Alkitab menceritrakan tentang kehidupan zaman dulu dimana manusia bisa bertahan hidup hanya dengan makan belalang dan minum madu hutan. Tentu saja kedua jenis makanan tersebut mengandung zat-zat bergizi yang diperlukan tubuh manusia.

Orang Rote pun demikian. Belalang sudah biasa dimakan sejak nenek moyang. Dibakar atau digoreng, belalang terasa gurih. Apalagi "ditemani" segelas dua gelas air gula Rote.
 
Pada hari Selasa, 4 Meo 2010 siang, Wakil Bupati Rote Ndao, Drs. Marthen Luther Saek membawa sejumlah wartawan untuk melihat langsung salah satu kebiasaan warga Rote itu. Ini bukan wisata kuliner, tentu. Sebab, perjalanan kali ini sekaligus untuk memantau pelaksanaan ujian nasional tingkat SD (sekolah dasar) dan meninjau sejumlah proyek bermasalah di Kecamatan Rote Selatan dan Pantai Baru di sepanjang jalur jalan lingkar selatan Rote.

Saat rombongan tiba di Rote Selatan, yaitu di Desa Daleholu, aparat pemerintah setempat sedang memanggang belalang di atas bara api di

rumah Kades setempat, Paulus Bengu. Ada juga  belalang goreng yang siap santap sudah dihidangkan di atas meja.

Tentu bukan demo masak belalang atau pameran menu belalang. Rupanya Wabup Luther Saek sudah "memerintahkan" aparatnya untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, terutama para wartawan yang ikut dalam rombongan. Bau belalang bakar lumayan menggoda, harum dan gurih.

Wabup  Luther Saek langsung menyantap belalang bakar dan belalang goreng yang dihidangkan. Warnanya cukup menggoda, kuning seperti udang saat dibakar atau digoreng. Begitu masuk mulut dan dikunyah, lumayan renyah dan rasanya gurih. Nikmat.

Camat Rote Selatan, Arkhilaus Lenggu, S.Pd dan Kades Paulus Benggu pun mengikuti "jejak bosnya". Langsung "sikat" belalang yang dihidangkan. Para wartawan pun langsung mencicipi hidangan unik itu.

"Saya sudah biasa makan belalng sejak kecil, jadi saya nikmati saja. Sebenarnya ini potensi budaya Rote Ndao yang seharusnya dilestarikan dan dipromosikan karena tidak semua orang di Propinsi NTT ini makan

belalang. Belalang tidak racun dan dagingnya enak. Dalam alkitab juga disebutkan kalau Yohanes Pembaptis itu makan belalang dan minum madu hutan. Jadi kita ini sama seperti orang Israel juga," kata Wabup Saek sambil tersenyum.

Sejauh ini riwayat mengenai orang Rote atau orang di daerah lain di NTT yang biasa makan belalang itu, belum pernah dikaji dari sisi ilmu pengetahuan. Satu hal yang pasti yaitu bahwa belalang, hama tanaman pertanian yang kerap mencemaskan, merepotkan sampai mengancam ketahanan pangan warga itu, adalah juga makanan.

Riwayat mengenai orang Rote secara turun temurun mengiris tuak (mengambil nira dari pohon lontar), mengolahnya menjadi minuman bergizi (gula air) atau menjadi gula lempeng yang jadi salah satu bumbu masakan, juga belum ada penelitian serius.

Banyak orang Rote belum merasa "belum makan" kalau belum minum gula air atau tuak manis, hasil sadapan nira lontar yang masih segar. Mereka merasa lebih kuat bertenaga setelah minum tuak manis atau gula air.

Begitu juga ikhwal makan belalang. Salah satu jenis serangga ini pada musim-musim tertentu populasinya meningkat. Saat itulah "pesta" makan belalang pun tiba. Biasanya menjelang musim tanam atau pasca-panen. Lumayan dijadikan teman makan nasi saat lauk ikan sedang paceklik.

Konon, budaya makan belalang ini ada kaitannya dengan sejarah asal-usul orang Rote. Alkisah, pada jaman dahulu kala nenek-moyang orang Rote memiliki dua orang anak dan oleh orangtuanya, kedua anak itu di bagi wilayah kekuasaannya yakni wilayah timur Rote dan wilayah Barat Rote. Anak yang menguasai wilayah barat Rote dikutuk orang tuanya untuk menggantungkan hidup dengan memakan biji-bijian dan atau buah pandan.

Sedangkan anak yang menguasai wilayah timur Pulau Rote harus makan belalang untuk mempertahankan hidup. Itulah sebabnya, hanya warga Rote

Ndao yang bermukim di wilayah timur Pulau Rote yakni di wilayah Kecamatan Rote Timur, Kecamatan Pantai Baru, sebagian Kecamatan Rote Tengah dan sebagian kecamatan Rote Selatan, sampai saat ini, mempunyai tradisi makan belalang itu. Sedangkan warga di wilayah barat Pulau Rote tidak memakan belalang.

"Mungkin juga seperti itu sejarahnya tapi saya belum bisa pastikan cerita itu. Tapi yang pasti, sejak saya kecil saya sudah makan belalang dan enak rasanya kalau belalang itu dimakan dengan gula air," kata Wabup Saek.

Dia mengatakan bahwa budaya makan belalang ini tidak ada hubungannya dengan gagal panen dan ancaman rawan pangan yang terjadi di Propinsi NTT termasuk di Rote Ndao. Karena budaya makan belalang terjadi sejak dahulu kala. Hasil panen baik atau buruk, orang Rote tetap makan belalang.

Kades Paulus Bengu dan Camat Arkhilaus  Lenggu juga membenarkannya. Menangkap dan memakan belalang memang menjadi tradisi di sebagian wilayah Kabupaten Rote Ndao. (maksi marho)