Minggu, 27 Juni 2010

Malangnya Nasib Menjadi TKI Ilegal

Senin, 28 Juni 2010
 
BERITA memilukan mengenai nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia kini kembali muncul setelah beberapa bulan sempat redup. Jika sebelumnya, para TKI di Malaysia diberitakan dianiaya oleh majikan dan disiksa oleh aparat keamanan setempat, kini dua TKI diberitakan meninggal karena dibunuh dan serangan jantung. Lebih menyedihkan lagi, mayat kedua TKI itu telantar karena tidak ada yang mengurusnya.

Sebagai orang dengan adat ketimuran, kita tentunya bersedih mendengar berita itu. Tapi apa boleh buat. Kita pun hanya bisa larut dalam kesedihan. Tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, peristiwa memilukan itu tidak terjadi di negara kita.Tapi terjadi di negara orang, dengan adat dan budaya berbeda. Dengan aturan hukum yang berbeda.

Dari berbagai berita yang dilansir media massa selama ini, berita pilu mengenai nasib TKI di Malaysia umumnya menimpa TKI ilegal. Berita itu tentunya bukan sebuah skenario. Atau sengaja dihembuskan untuk menakut-nakuti orang yang berniat menjadi TKI ilegal ke Malaysia. Tapi merupakan fakta yang sesungguhnya  terjadi pada TKI ilegal. Oh, betapa malangnya menjadi TKI ilegal.

Telantarnya mayat dua TKI di Malaysia itu sesungguhnya memberikan pelajaran penting bagi setiap orang dalam berusaha memperbaiki nasib atau kehidupannya dengan menjadi TKI. Bahwa sesungguhnya perjuangan untuk memperbaiki nasib  dengan mencari pekerjaan lintas negara harus dilakukan sesuai prosedur atau cara yang benar. Dilakukan secara jujur dan transparan. Tidak main kucing-kucingan atau melalui jalan pintas dalam mencapai tujuan.

Usaha yang dilakukan tidak sesuai prosedur, tidak jujur dan transparan, serta melalui jalan pintas, cepat atau lambat akan tetap mendapat sandungan. Dan sandungan yang didapat pun pasti akan berat. Bahkan sudah tentu membutuhkan biaya yang mahal.

Kenyataan itulah yang dialami oleh dua orang TKI di Malaysia. Mereka memang telah berhasil lolos masuk ke Malaysia secara ilegal. Bahkan sudah meraup begitu banyak ringgit dari hasil kerjaannya selama ini di Malaysia. Makan uang sendiri tanpa harus membayar visa untuk negara. Tapi tatkala ia mengalami masalah dalam pekerjaannya, termasuk masalah kematian, tidak ada yang bisa mengurusnya karena tidak ada yang bertanggung jawab. Semua hanya menonton. Mayat pun terus telantar.

Kenyataan ini memberi pelajaran penting bagi masyarakat di daerah ini. Jika ingin bekerja menjadi TKI di luar negeri -- di negara mana pun -- dan tidak ingin tersandung masalah di kemudian hari, ikutilah prosedur yang legal. Masuklah lewat perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang kredibel. Jangan cepat tergiur dengan iming-iming para calo TKI dari perusahaan yang tidak dapat dipercaya. Selektiflah menerima  tawaran para calo TKI ilegal yang menawarkan jasanya.

Sikap selektif ini penting karena menyangkut masa depan dari para calon TKI itu sendiri. Jika salah dalam mengambil keputusan saat ini, maka masalahnya akan dirasakan kemudian hari ketika sudah berada di negara orang. 

Kasus yang menimpa dua TKI di Malaysia ini juga harus dijadikan dasar acuan bagi pemerintah atau lembaga PJTKI resmi lainnya dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pemerintah harus lebih gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat pencari kerja di daerah ini guna meminimalisir terjadinya TKI ilegal itu. Masyarakat harus diyakinkan bahwa menjadi TKI ilegal akan berdampak buruk bagi masyarakat calon tenaga kerja itu sendiri. Dan jika dampak buruk itu terjadi, akan sulit bagi pemerintah untuk menyelesaikannya.

Sejalan dengan gencarnya sosialisasi itu, pemerintah bekerja sama dengan aparat kepolisian juga harus memperketat dan menindaktegas para calo TKI yang mengirim para tenaga kerja ke luar negeri secara ilegal. Karena masalah TKI ini adalah masalah kemanusiaan, maka para calo TKI ilegal ini harus diberikan hukuman seberat-beratnya. Sebab tindakan para calo TKI ilegal ini dapat menyusahkan banyak orang. Tidak hanya TKI itu sendiri yang telantar, tapi juga akan memusingkan pemerintah. Toh masalah TKI ilegal ini ujung-ujungnya juga akan sampai kepada pemerintah untuk menyelesaikannya. *