Rabu, 30 Juni 2010

Gizi Buruk Muara Kegagalan Semua Sektor

RABU, 30 JUNI 2010


KUPANG, POS KUPANG, Com -- Gizi buruk yang terjadi pada anak-anak merupakan muara kegagalan semua sektor, bukan hanya menjadi masalah sektor kesehatan.

Director of Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi mengatakan hal ini dalam jumpa pers di sela-sela acara lokakarya konsolidasi peran para pihak dalam pencapaian Millenium Developmen Goals (MDGs) di Hotel Sylvia, Selasa (29/6/2010). Lokakarya diselenggarakan pemerintah Propinsi NTT bekerjasama dengan World Vision dan Wahana Visi Indonesia. Kegiatan ini merupakan rangkaian gerakan nasional kesehatan ibu dan anak menuju pencapaian MDGs 2015.

Sri Palupi yang didampingi Direktur Advokasi World Vision Indonesia, Asteria Aritonang dan Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Setda NTT, dr. Yovita Aniken Mitak, menegaskan,  harus ada perubahan dalam hal penanganan gizi buruk. Penanganan harus lintas sektor.

"Sudah ada benih-benih kerjasama lintas sektor tetapi dalam lingkup yang masih sangat kecil, cakupan juga sangat kecil dan sangat rentan untuk tidak berlanjut. Kerjasama lintas sektor pada tingkat tataran perencanaan oke, tetapi pada pelaksanaan mulai sendiri-sendiri," kritik Sri Palupi.

"Untuk inilah dilakukan lokakarya untuk konsolidasi peran semua pihak dalam upaya pencapaian MGDs," katanya.

NTT, lanjutnya, dalam kondisi di bawah daerah lainnya. Oleh karena itu, NTT harus berjuang untuk mencapai MDGs.

"Mengapa NTT harus berjuang. Ada banyak alasan, pertama angka kemiskinan cukup tinggi, RT (rumah tangga) miskin juga banyak, rata-rata pengeluaran rumah tangga masih kurang dari Rp 300 ribu per bulan," ungkap.

Sri Palupi memaparkan, hambatan yang dialami yakni anggaran, sumber daya manusia, peningkatan kapasitas kelembagaan dan peran serta masyarakat sangat lemah. "Dengan anggaran yang terbatas maka hal yang harus diperhatikan adalah peran serta masyarakat maupun kelembagaan yang ada," kata Sri Palupi.

Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah kepemimpinan yang sungguh-sungguh rela berkorban.

"Perlu pengorbanan dari para pemimpin. Misalnya untuk hal-hal yang tidak perlu maka tidak perlu dilaksanakan. Anggaran yang ada digunakan secara efisien dan efektif. Contohnya kalau belum butuh pembangunan gedung atau perbaikan gedung maka sebaiknya jangan dilakukan," ujarnya 

Menurutnya, masalah pengentasan bersama masalah gizi harus menjadi prioritas utama. Peningkatan ketahanan pangan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang beranekaragam adalah solusi relevan untuk meningkatkan kualitas gizi.

Asteria Aritonang menambahkan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengentaskan masalah kesehatan ibu dan anak di Indonsia khususnya wilayah NTT.

"Bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi seluruh bangsa. Wadah konsolidasi bagi pemerintah dan berbagai komponen masyarakat sangat diperlukan agar dapat satukan langkah bersama wujudkan hidup  sehat bagi anak-anak Indonesia," kata Asteria Aritonang. (ira)