SENIN, 28 JUNI 2010
KASUS kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pemerkosaan dan penelantaran kembali terjadi di wilayah Kabupaten Sikka. Kasus terbaru menimpa pasangan suami-istri, Sika Bonefasius (54) dan Yovita Bebe (48).
Hari Jumat (25/6/2010) pagi, Yovita Bepe didampingi enam anggota penasehat hukumnya, mendatangi Polres Sikka guna melaporkan perbuatan suaminya, Sika Bonafasius. Yovita menyerahkan laporan tertulis dan penjelasan lisan mengenai tindakan Sika Bonafasius yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur serta menelantarkan istrinya.
Kapolres Sikka, AKBP Drs. Agus Suryatno melalui Kasat Reskrim, AKP Samuel Sumihar Simbolon, S.H, mengatakan polisi akan menindaklanjuti laporan Yovita.
"Ada laporan, polisi tindaklanjuti. Kalau Sika Bonafasius melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur, kita proses sesuai ketentuan hukum berlaku. Prinsip kita, kalau ada laporan dan indikasi pidananya jelas kita akan proses. Kita profesional dan mengedepankan penegakan hukum jika ada indikasi pidana," tegas Samuel di Mapolres Sikka, Jumat (25/6/2010).
Kepada FloresStar Yovita Bepe menceritakan kisruh rumah tangganya. Awalnya, kata Yovita, pada tahun 2007 dia dan suaminya Sika Bonefasius sepakat memelihara Konstantia Yanti (15). Yanti dititipkan pada mereka karena ayahnya, kenalan baik Sika ketika masih menjadi PLKB (petugas lapangan keluarga berencana) tahun 1984 di Kota Baru-Ende, sudah meninggal dunia. Yanti saat itu duduk di kelas V SD.
Selama setahun lebih tinggal bersama di Weuworet, Kecamatan Nita, sekitar 10 km barat Kota Maumere, Sika Bonefasius dan Yovita memperlakukan Yanti seperti anak kandung sendiri. Pasangan ini telah dikaruniai tiga orang anak yang telah dewasa. Yanti memanggil Sika Bonefasius dan Yovita dengan sebutan nenek laki dan nenek perempuan.
Yanti melanjutkan pendidikannya di SDK Nita 1. Dia naik kelas VI. Yanti mengikuti ujian akhir nasional (UAN), namun gagal meraih sukses dan pulang ke kampungnya pada tahun 2008.
Suatu waktu di tahun 2008, kata Yovita, dia minta izin suaminya berangkat ke Ruteng untuk mengunjungi anak sulung mereka yang bekerja di salah satu kantor pemerintahan di sana. Ketika Yovita berangkat, Sika mengantarnya sampai ke depan rumah menunggu bus dari Maumere. Bahkan, Sika masih belikan air mineral sebagai bekal istrinya.
Namun, ketika dia pulang dari Ruteng, Yovita mendapati kelakuan suaminya banyak berubah. Sikapnya lebih banyak diam, tak banyak omong. Raut wajahnya menyimpan amarah. Yovita tak mengerti, apakah gerangan membuat sikap suaminya berubah total kepadanya dan anak bungsu mereka.
Semakin hari, sikapnya semakin berubah. Suaminya gampang emosi dan ringan tangan. "Kalau dia sudah omong banyak dan marah, saya menghindar ke rumah tetangga. Dia suka pukul saya," kata Yovita kepada FloresStar di kediamannya di Wewuworet, Kamis (24/6/2010).
Suatu ketika Sika buntuti istrinya hingga ke rumah tetangga. Dia memukul Yovita di dalam rumah tetangga, namun dilerai pemilik rumah itu. Yuvita malu sekali. Berulang kali diperlakukan kasar, Yovita melaporkan suminya yang bekerja sebagai PNS itu ke Polsek Nita. Namun, proses hukumnya tidak berlanjut.
Cerita tidak berhenti di situ. Perseteruan suami-istri ini semakin menjadi. Tanggal 27 Mei 2008, kata Yovita, suaminya hengkang dari rumah di Nita. Dia kontrak kamar di Waidoko, Kelurahan Wolomarang-Maumere. Belakangan baru Yovita tahu bahwa suaminya punya maksud lain minggat dari rumah itu. Dia mendengar informasi bahwa suaminya menjemput Yanti dari kampung. Keduanya pun tinggal bersama serumah.
Yovita, wanita asal Kampung Detunawa, Desa Ngesabiri, Kecamatan Detukeli, Kabupaten Ende, menuturkan selama dua tahun itu tak ada komunikasi dengan suaminya. Dia merasa diterlantarkan, tak diberi uang untuk menyambung hidup. Dua anaknya yang masih kuliah nasibnya tak beda dengan ibunya. Dia beruntung memiliki putra sulung yang telah bekerja. Dialah yang membiayai ibu dan kedua adiknya.
Suatu ketika bertemu di pengadilan, pasangan suami istri yang telah 25 tahun berumah tangga bertingkah seperti orang asing yang tak saling mengenal satu sama lain.
Selama berpisah sejak 2008, kata Yovita, dia mendengar cerita dari mulut ke mulut mengenai kelakuan suaminya yang telah tinggal serumah dengan Yanti. Daripada mendengar kabar burung, demikian Yovita, dia beranikan diri mendatangi tempat kos suaminya di Waidoko. Tanggal 4 Juni 2010, Yovita mendatangi kamar kontrakan Sika. Di tempat itu, dia bertemu Yanti yang dulu memanggilnya nenek perempuan telah berbadan dua.
"Saya lihat perutnya sudah buncit, hamil. Saya tanya suamimu siapa, dia panggil bapak. Ternyata yang dimaksudkannya suami saya. Padahal waktu masih tinggal di Nita, dia panggil nenek laki, kini sudah berubah," ujar Yovita.
Yovita sempat marah namun dia mampu menahan emosi. Dia tidak ingin telibat keributan di tempat itu. "Dulu kau susah, datang ke kami, kami tampung kau, ternyata kau punya perhitungan e. Kau bikin susah saya dengan anak-anak saya," kata Yovita kepada Yanti.
Setelah pertemuan itu, Yovita pulang ke rumahnya. Namun beberapa hari setelah itu, Sika Bonefasius menggugat cerai istrinya ke Pengadilan Negeri Maumere. Sidang pertama sudah digelar mendengar keterangan Sika. Namun ketika sidang kedua guna mendengar keterangan Yovita, Sika tak muncul di pengadilan sehingga sidang ditunda.
Yovita lalu mengadukan persoalannya kepada TRUK-F dan Keuskupan Maumere. Enam orang pengacara, Marianus Moa, S.H, Antonius Stefanus, S.H, Marianus Renaldy Laka, S.H, Vitalis, S.H, Fransesko Bero, S.H, Falentinus Pogon, S.H, diberi kuasa mendampingi Yovita melaporkan sepak terjang Sika ke Polres Sikka. Sika berpeluang dijerat UUD KDRT dan UU Perlindungan Anak. (ius/ris)
Yanti: Sudah Urus Adat
KONSTANTIA Yanti, keluar dari kamar kosnya di RT 10 RW 03 Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, sekitar 2 km arah utara Kota Maumere ketika didatangi FloresStar, Kamis (24/6/2010) petang.
Dia mengenakan celana pendek warna merah muda dan kaos merah. Seutas kalung emas melingkari lehernya. Rupanya petang itu, remaja kulit cerah dengan rambut sebahu ini sementara membereskan urusan `belakang'. Cuci piring, gelas dan periuk dan persiapan masak makan malam.
Tangannya masih tampak basah. Dikeringkannya dengan cara mengusap ke celana. Seorang ibu mengenakan sarung, dua anak kecil dan seorang pria ada di tempat itu. Mereka hanya mengikuti dialog dengan FloresStar yang berlangsung di teras kamar kos itu.
Ada Pak Sika? Dijawab Yanti masih di kantor (Sekretariat DPRD Sikka, Red). "Dia biasa pulang malam," kata Yanti.
Mengenai hubungannya dengan Sika Bonefasius, Yanti mengaku sudah diurus secara adat di kampung.
"Dia suami saya. Sudah urus adat. Dia yang jemput saya di kampung pada bulan November 2009. Kami tinggal satu kamar," tutur Yanti.
Yanti mengakui pernah tinggal di rumah Sika dan Yovita di Nita pada tahun 2007 dan melanjutkan pendidikan di kelas V SDK Nita I sampai ke kelas VI tahun 2008. Gagal UAN, Yanti pulang ke kampung di Kota baru sampai akhirnya dijemput Sika pada tahun 2009 lalu.
Yanti tidak menampik bahwa Sika masih terikat perkawinan dengan Yovita. Dia tahu kehidupan rumah tangga ini karena pernah tinggal bersama mereka. Meski begitu, Yanti nekat hidup serumah dengan Sika. "Kami suami istri, dia sudah urus adat," katanya lagi.
Yanti mengatakan, usianya bukan 16 tahun tapi sudah 20 tahun. "Saya bukan anak-anak. Saya sudah besar," katanya. Namun dokumen surat permandian yang diterbitkan Paroki St. Mikael Kota Baru menjelaskan lain. Yanti lahir dari ayah dan ibu Lambertus Sari dan Elisabeth Bura di Lokaoja, 2 November 1994 dan dipermandikan 24 Maret 1995 oleh Rm. M. Lilo, Pr. Dari dokumen ini ketika Yanti hidup serumah dengan Sika pada November 2009, usianya 15 tahun. (ius/ris)