KALABAHI, Timex – Ketersediaan beras hingga saat ini masih bisa terpenuhi mengadapi terjadinya rawan pangan akibat kekeringan yang melanda lima kecamatan di Kabupaten Alor.
Kelima kecamatan itu, Kecamatan Alor Barat Daya, Pantar Barat Laut, Pantar Timur, Pulau Pura dan Alor Barat Laut. Walau terjadi kekurangan tetapi masih bisa terpenuhi hingga enam bulan kedepan.
Hal ini disampaikan kepala Badan Ketahanan Penyuluh Pangan (BKPP) Kabupaten Alor, Yohanis Francis kepada Timor Express di ruang kerjanya, Kamis (20/5) lalu. Menurut Yohanis, kegagalan padi dan jagung hanya rusak sedikit, tetapi masyarakat sudah katakan rawan pangan. Padahal, masih ada beberapa indikator tanaman kompensasi lainnya untuk kesejahteraan bagi wilayah yang mengalami kerusakan tanaman.
Yohanis menjelaskan, ada indikator lokal imigrasi yang dilaporkan, kerusakan padi dan jagung tetapi masih bisa diatasi dengan tanaman perkebunan lainnya seperti kemiri, kelapa dan lain sebagainya.
“Memang khusus untuk masyarakat yang ada di Pantar Barat Laut itu sudah beberapa tahun ini masyarakat sudah tidak lagi berkebun, tetapi hanya budidaya rumput laut. Sedangkan komoditi tanaman pangan diwilayah itu kurang mendapat perhatian dari masyarakat setempat,” ujarnya.
Dijelaskan, terjadi rawan pangan ketika hasil budidaya rumput laut masyarakat terkena hama, karena tidak dibantu dengan tanaman padi dan jagung. Dimana, saat musim tanam masyarakat masih di laut. Sehingga, tidak mengelola lahan pertanian yakni tanaman padi dan jangung serta tanaman holtikultura sehingga tidak bisa dimanfaatkan.
Walau demikian, pemerintah Kabupaten (Pemkab) Alor sudah memberikan bantuan beras sebanyak 3 ton ke wilayah itu sambil melakukan pemantauan. “Terjadi hal seperti ini karena masyarakat di desa tidak fokus di satu bidang. Karena itu, pemerintah desa sudah harus membuat penataan masyarakat yang ke laut dan ke darat,” urainya.
Pemerintah memberikan bantuan baru satu kecamatan. Sementara empat kecamatan lainnya belum. “Tetapi kami sudah koordinasi dengan bupati, karena ketersedian beras yang ada sebanyak 100 ton. Kita antisipasi jangan sampai terjadi kejadian luar biasa yang kita tidak inginkan. Karena itu kedepan masyarakat harus menanam jagung, sehingga bisa mendukung program Anggur Merah. Sehingga, tidak terjadi kekurangan pangan di daerah ini.
Karena itu perlu adanya pengembangan jagung untuk mengatasi kegagalan yang terjadi,” tambahnya. Diuraikan, dari data yang masuk, sebanyak 63 desa mengalami kerusakan tanaman padi dan jagung. Tapi sesuai dengan pantauan pihaknya, ternyata hanya 14 desa. “Kita harapkan masyarakat harus terampil, sehingga di lain sisi mengalami rawan pangan, tetapi di lain sisi mendapat keuntungan, sehingga bisa menutupi kebutuhan masyarakat,” harapnya.
Menurutnya, kedepan harus dilakukan koordinasi, sehingga kegiatan yang turun ke desa jangan pada musim tanam. Jika turun pada musim tanam, maka masyarakat yang jadi korban. “Di satu sisi menghasilkan, tetapi di sisi lain merugikan seperti gagal panen.
Karena itu, proyek yang turun tidak boleh bertabrakan dengan musim tanan. Sehingga, masyarakat bisa turun di kebun tetapi kalau saat masyarakat mau turun tetapi dihalang oleh giatan-kegiatan, akhirnya masyarakat terlambat turun ke kebun saat musim tanam,” katanya. (kr6)
Kelima kecamatan itu, Kecamatan Alor Barat Daya, Pantar Barat Laut, Pantar Timur, Pulau Pura dan Alor Barat Laut. Walau terjadi kekurangan tetapi masih bisa terpenuhi hingga enam bulan kedepan.
Hal ini disampaikan kepala Badan Ketahanan Penyuluh Pangan (BKPP) Kabupaten Alor, Yohanis Francis kepada Timor Express di ruang kerjanya, Kamis (20/5) lalu. Menurut Yohanis, kegagalan padi dan jagung hanya rusak sedikit, tetapi masyarakat sudah katakan rawan pangan. Padahal, masih ada beberapa indikator tanaman kompensasi lainnya untuk kesejahteraan bagi wilayah yang mengalami kerusakan tanaman.
Yohanis menjelaskan, ada indikator lokal imigrasi yang dilaporkan, kerusakan padi dan jagung tetapi masih bisa diatasi dengan tanaman perkebunan lainnya seperti kemiri, kelapa dan lain sebagainya.
“Memang khusus untuk masyarakat yang ada di Pantar Barat Laut itu sudah beberapa tahun ini masyarakat sudah tidak lagi berkebun, tetapi hanya budidaya rumput laut. Sedangkan komoditi tanaman pangan diwilayah itu kurang mendapat perhatian dari masyarakat setempat,” ujarnya.
Dijelaskan, terjadi rawan pangan ketika hasil budidaya rumput laut masyarakat terkena hama, karena tidak dibantu dengan tanaman padi dan jagung. Dimana, saat musim tanam masyarakat masih di laut. Sehingga, tidak mengelola lahan pertanian yakni tanaman padi dan jangung serta tanaman holtikultura sehingga tidak bisa dimanfaatkan.
Walau demikian, pemerintah Kabupaten (Pemkab) Alor sudah memberikan bantuan beras sebanyak 3 ton ke wilayah itu sambil melakukan pemantauan. “Terjadi hal seperti ini karena masyarakat di desa tidak fokus di satu bidang. Karena itu, pemerintah desa sudah harus membuat penataan masyarakat yang ke laut dan ke darat,” urainya.
Pemerintah memberikan bantuan baru satu kecamatan. Sementara empat kecamatan lainnya belum. “Tetapi kami sudah koordinasi dengan bupati, karena ketersedian beras yang ada sebanyak 100 ton. Kita antisipasi jangan sampai terjadi kejadian luar biasa yang kita tidak inginkan. Karena itu kedepan masyarakat harus menanam jagung, sehingga bisa mendukung program Anggur Merah. Sehingga, tidak terjadi kekurangan pangan di daerah ini.
Karena itu perlu adanya pengembangan jagung untuk mengatasi kegagalan yang terjadi,” tambahnya. Diuraikan, dari data yang masuk, sebanyak 63 desa mengalami kerusakan tanaman padi dan jagung. Tapi sesuai dengan pantauan pihaknya, ternyata hanya 14 desa. “Kita harapkan masyarakat harus terampil, sehingga di lain sisi mengalami rawan pangan, tetapi di lain sisi mendapat keuntungan, sehingga bisa menutupi kebutuhan masyarakat,” harapnya.
Menurutnya, kedepan harus dilakukan koordinasi, sehingga kegiatan yang turun ke desa jangan pada musim tanam. Jika turun pada musim tanam, maka masyarakat yang jadi korban. “Di satu sisi menghasilkan, tetapi di sisi lain merugikan seperti gagal panen.
Karena itu, proyek yang turun tidak boleh bertabrakan dengan musim tanan. Sehingga, masyarakat bisa turun di kebun tetapi kalau saat masyarakat mau turun tetapi dihalang oleh giatan-kegiatan, akhirnya masyarakat terlambat turun ke kebun saat musim tanam,” katanya. (kr6)