Sabtu, 26 Juni 2010
Untuk Melindungi Pekerja

KUPANG, POS KUPANG.Com -- Perusahaan atau perorangan yang mengeksplorasi atau mengeksploitasi mangan di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) wajib mengikuti program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Perorangan silakan mengurus Jamsostek secara kelompok.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Pemasaran Jamsostek Cabang NTT, Muhyidin M, S.E, M.M, ketika ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Jumat (25/6/2010). Ia ditemui terkait tewasnya sejumlah warga NTT ketika menambang mangan. Para penambang itu ada yang bernaung di bawah perusahaan, ada juga yang bekerja perorangan.
"Baik perusahaan maupun perorangan wajib punya Jamsostek. Selama ini yang kita amati penambang mangan itu ada yang melalui perusahaan, ada juga yang perorangan lalu menjual mangan kepada perusahaan atau pengusaha," kata Muhyidin.
Menurut Muhyidin, kewajiban untuk memiliki Jamsostek itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Untuk perusahaan, diurus secara lembaga dengan Jamsostek, sedangkan perorangan tidak bisa dilayani, tetapi harus melalui wadah atau kelompok.
"Jadi penambang perorangan harus membentuk kelompok kemudian mendaftar ke Jamsostek. Kami siap mengakomodir dan membantu perusahaan ataupun kelompok untuk mengikuti Jamsostek. Jamsostek ini punya manfaat dan tujuan yang sama, yaitu ada jaminan dalam bekerja terutama jaminan kecelakaan dan jaminan kematian," katanya.
Tentang persyaratan mengikuti Jamsostek, ia mengatakan, dengan mengisi formulir yang sudah disediakan kemudian menyerahkannya kepada Jamsostek.
Sedangkan soal perusahaan, ia mengatakan, salah satu syarat suatu perusahaan wajib memiliki Jamsostek yaitu minimal mempekerjakan 10 orang dengan upah minimal Rp 1 juta/bulan.
"Kami ini sebagai lembaga yang menyelenggarakan Jamsostek dengan tujuan memproteksi tenaga kerja dan keluarga terhadap risiko-risiko sosial. Semua yang terdaftar tentu segala bentuk kecelakaan atau risikonya dalam bekerja dibebankan kepada Jamsostek. Kalau terjadi kecelakan orang/pribadi, maka jaminannya Rp 40 juta," ujarnya.
Dia mencontohkan, saat ini salah satu yayasan di SoE telah mengajukan kerja sama dengan Jamsostek, yaitu Yayasan Nimman Takesi Kupang TTS. Jamsostek sedang melakukan sosialisasi kepada yayasan tersebut untuk membicarakan masalah mangan dalam kaitannya dengan Jamsostek.
Hal senada disampaikan Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT, Drs. Octovianus Klau. Menurut Klau, pekerja tambang dan perusahaan tambang di NTT wajib memiliki Jamsostek terutama untuk melindungi tenaga kerja. "Jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian harus dimiliki setiap pekerja mangan. Karena itu, perusahan wajib mengurus Jamsostek," kata Klau.
Dia mengakui, peran pemerintah daerah sangat penting terutama menginstruksikan kepada para pengusaha atau perusahaan pemegang izin tambang untuk mengurus Jamsostek.
Tuntutan Perut
Kepala Dinas Pertambangan NTT, Drs. Bria Yohanes, mengatakan, pemerintah sudah berkali-kali melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak menambang secara liar atau mengikuti perusahaan yang ilegal, namun upaya itu masih sia-sia karena tuntutan perut dari masyarakat.
"Kita beri tahu terus-menerus cara menambang yang benar, seperti tidak membuat terowongan, menggunakan sarung tangan dan masker jika ingin manambang, tapi masyarakat dengan tuntutan kebutuhan sulit untuk mengikutinya. Kalau penambang itu liar, kita sendiri sulit tahu," kata Bria.
Menurut Bria, setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan usaha jasa pertambangan mineral dan batu bara, maka Pemerintah Daerah NTT menindaklanjutinya dengan membuat perda.
Dia mengatakan, sebelumnya ada Perda Nomor 9 Tahun 2003 tentang pertambangan yang disesuaikan dengan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Dengan lahirnya UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pemerintah daerah dua menjabarkan UU tersebut dengan membuat perda.
Tentang inti perda itu, ia mengatakan, perda yang sementara digodok itu tentu berbeda dengan perda sebelumnya, karena menggunakan UU Nomor 4 Tahun 2009.
"Kalau dulu semua kegiatan usaha pertambangan itu merupakan kewenangan pemerintah pusat, namun saat ini kewenangan daerah sudah diberikan. Kita juga merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2010 tentang wilayah pertambangan dan UU Nomor 23 Tahun 2010 yang mengatur tentang pelaksanaan usaha kegiatan pertambangan minerba," ujarnya. (yel)