Senin, 07 Juni 2010

Pantai, Tanah Subur yang Belum Tergarap

Kampungku Oleh Alfred Dama
Sabtu, 8 Mei 2010
 
SETIAP kali kendaraan melintasi jalan desa, selalu terlihat debu beterbangan. Warga yang kebetulan berada di pinggir jalan pun spontan membelakangi badan jalan atau berlindung di balik pohon menghindari debu.

Begitulah pemandangan hari-hari saat musim panas di Desa Pantai, Kecamatan Biboki Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Desa Pantai yang memiliki pusat pemerintahan di Kampung Opo ini berada sekitar 30 km arah timur Kota Kefamenanu, Ibu kota Kabupaten TTU. Wilayah ini berada sekitar 7 km arah utara dari ruas jalan Trans Timor (Kefamenanu-Atambua) tepatnya dari Desa Kiupasan- Kecamatan Insana.

Meskipun nama desa ini Pantai, namun wilayah ini tidak memilki pantai atau tidak berada di tepi laut. Wilayah ini bahkan berada di tengah daratan Pulau Timor. Untuk mencapai desa ini, orang mesti melewati jalan tanah atau jalan bekas aspal. Tidak heran bila pada musim, kendaraan yang lewat, terutama  roda empat selalu menyebabkan debu beterbangan.

Sebaliknya  pada musim hujan, jalan desa  ini becek dan licin luar biasa. Banyak kubangan lumpur mengakibatkan roda kendaraan tertanam.

Desa yang baru dibentuk sekitar tahun 1970-an ini dihuni oleh masyarakat yang sebelumnya tinggal di sekitar hutan di  perbukitan dekat wilayah itu. Mereka direlokasikan ke tempat itu setelah pemerintah membuka jalan dan pemukiman baru.

Bila dilihat sepintas, pemandangan di desa ini tampak gersang. Tanaman yang terlihat hijau di tengah pemandangan yang gersang ini antara lain pisang dan rerumputan serta semak belukar. Padahal tanah di desa ini cukup subur. Bahkan ada dua sungai yang melintas di desa ini yang selalu mengalir sepanjang tahun.

Kesuburan tanah di desa ini sudah pernah dibuktikan oleh beberapa warga yang datang dari luar desa dengan menanam aneka sayur-sayuran, antara lain sawi, wortel, tomat, cabai, sayur bunga kuning dan beberapa jenis tanaman lainnya. Hasilnya cukup bagus. Namun menanam aneka tanaman ini tidak bisa bertahan lama karena selalu menjadi target pencurian.

Masyarakat di wilayah ini menggantungkan hidup dari peternakan dan pertanian lahan basah seperti sawah. Kalaupun ada pengolahan lahan kering hanya untuk tanaman jagung atau padi saat musim hujan.

Meskipun daerah ini subur dan tidak kekurangan air, namun masyarakat di wilayah ini masih hidup seadanya. Lahan-lahan pertanian yang subur juga masih dibiarkan terlantar. Tidak heran pada musim panas, warga di wilayah ini terkadang kekurangan pangan. Padahal, bila lahan ini dikelola dengan baik bukan tidak mungkin wilayah ini menjadi daerah yang cukup makmur.

Beberapa warga setempat yang ditemui Pos Kupang beberapa waktu lalu mengatakan, masyarakat di desa ini enggan memanfaatkan lahan yang ada. Aksi pencurian tanaman yang siap panen menjadi hal yang biasa di tempat ini. Itu sebabanya mereka ogah menanam. Mereka yang menanam cuma jadi korban pencurian.

Pemerintah dan aparat keamanan mestinya turun ke wilayah ini untuk memberikan motivasi pada masyarakat untuk mau memanfaatkan tanah-tanah subur yang ada dan harus menindak oknum-oknum memanfaatkan hasil yang ditanam orang lain.

Dan, bila semua warga desa ini sudah sadar dan rajin menanam, niscaya desa ini bisa menjadi desa yang memasok sayur-sayuran, buah-buahan, aneka bumbu dapur ke Kota Kefamenanu. *



Sumber : Pos Kupang