Senin, 07 Juni 2010

Nenek Bunga dan Pelita

Kampoengku Oleh Sarifah Sifat
Sabtu, 13 Februari 2010
 
Lampu yang dibuatnya itu dibagikan kepada tetangga atau rekan-rekan sejawatnya yang membutuhkan untuk penerangan rumah pada malam hari.

Lampu pelita itu terbuat dari bekas kaleng susu atau botol kaca bekas minuman lalu seng digulung menjadi gulungan kecil sebesar jari telunjuk orang dewasa. Ke dalam lubang gulungan itu dimasukkan benang sumbu kompor. Lampu pelita tersebut dinyalakan setiap malam sebelum magrib atau sekitar pukul 18.00 Wita.

Orang menyapanya Nenek Bunga (60). Ia adalah korban banjir di Kelurahan Postoh pada tahun 2003 lalu. Karena rumah mereka ludes terbawa banjir, maka pemerintah membangun pemukiman perumahan Batu Ata Indah Permai. Pembangunan ini menggunakan dana bantuan pemerintah pusat.

Sudah dua tahun lebih Nenek Bunga dan sejumlah warga lain tinggal di pemukiman itu. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, nenek yang sudah janda dan hanya tinggal dengan cucunya ini saban hari hanya menyalakan lampu pelita.

Padahal, letak bangunan perumahan ini ada di dalam Kota Larantuka dan tidak jauh dari perkantoran pemerintah daerah setempat. Namun, tidak ada fasilitas seperti listrik dan air yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat dan menjadi fokus pembicaraan pemerintah untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya.

Begitu juga air. Sudah ada beberapa korban termasuk ibu-ibu hamil yang keguguran karena harus mengambil air dengan posisi jalan mendaki dengan jarak yang cukup jauh. Semua ini dijalani warga dengan harapan ke depan akan ada perhatian pemerintah.

Namun, seiring perjalanan waktu hingga usai tahun 2009, bahkan nyaris sebagian besar dari 300 rumah yang dibangun sudah mulai kusam dan rusak, belum ada sikap pemerintah untuk membantu masyarakat dengan memasukkan fasilitas listrik dan air ke pemukiman itu.

Nenek Bunga hanya memiliki satu harapan dari pemerintah yaitu agar air dan listrik masuk ke rumahnya.
"Pekerjaan saya hanya buat kue jual di pelabuhan. Kalau laris, maka sehari hanya untuk beli beras. Kalau tidak, kami terpaksa puasa makan. Karena itu, kami minta agar pemerintah membantu memberikan fasilitas listrik dan air. Karena memakai lampu pelita pengeluarannya lebih banyak untuk beli minyak tanah."

"Begitu juga air. Saya tidak kuat lagi angkat air. Karena itu kami terpaksa beli air satu jerigen Rp 2.500 untuk minum hari-hari. Sedangkan untuk mandi, kami kadang cari air atau kalau tidak terpaksa tidak mandi," keluh Nenek Bunga. (*)

Sumber : Pos Kupang