Minggu, 27 Juni 2010

Efisiensi Penggunaan Anggur Merah

Minggu, 27 Jun 2010
Seminar Sehari UKSW Salatiga
KUPANG, Timex - Duet kepemimpinan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan Wakil Gubernur, Esthon Foenay mendapat sorotan, khususnya menyangkut perencanaan dan penggunaan Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera (Anggur Merah). Adalah Universitas Kristen Setya Wacana Salatiga melalui Program Studi Doktor Studi Pembangunan-PPs dan Alumni Program Pascasarjana UKSW di Kupang serta Pemda NTT akan menggelar seminar sehari dengan tema, ‘Merajut Masa Depan Nusa Tenggara Timur Menuju Masyarakat Sejahtera’ di aula El Tari, Senin (28/6) besok.

Dalam siaran pers yang ditandatangani Koordinator Sekretariat, Wilson MA Therik yang diterima Redaksi Timor Express, Sabtu (26/6) kemarin menyebutkan, seminar sehari bertujuan, membangun komitmen bersama untuk mendorong efisiensi perencanaan dan penggunaan Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera (Anggur Merah).

Disebutkan, pentingnya riset ilmiah sebagai pondasi dalam proses pengambilan keputusan/kebijakan pembangunan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dengan sasaran membangun strategi bersama untuk kampanye dan advokasi perencanaan dan penganggaran pembangunan menuju masyarakat sejahtera dan terbangunnya perumusan kebijakan pembangunan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat melalui pekerjaan riset ilmiah.

Seminar sehari ini akan menghadirkan pembicara Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dengan membawa materi Gambaran Tentang Efisiensi Perencanaan Program dan Realisasi Program Anggur Merah di Provinsi NTT, Walikota Kupang, Daniel Adoe membawakan materi Potensi Masyarakat Kota Kupang Dalam Pembangunan serta Bupati Kupang, Ayub Titu Eki membawakan materi Potensi Masyarakat Kabupaten Kupang Dalam Pembangunan.

Sejumlah pembicara lainnya adalah Kutut Suwondo, Direktur PPs UKSW Salatiga membawakan materi Dinamika Pemerintahan Lokal di NTT Dalam Mewujudkan Program Anggur Merah, Daniel D Kameo, ketua Dewan Riset Daerah-Jawa Tengah membawakan materi Pembangunan NTT Ditinjau dari Sudut Makro Ekonomi, Marthen L Ndoen, dosen FE dan PPs UKSW membawakan materi Enterpreneurship dan Potensi Masyarakat Pedesaan/Kelurahan di Bidang Ekonomi.

Selain itu tulis Wilson, pembicara lainnya adalah Theol Soegeng Hardiyanto, dosen PPs UKSW membawakan materi Kearifan Lokal Sebagai Perwujudan Filsafat Pembangunan, David S Widihandojo, dosen PPs USW membawakan materi Pembangunan Kenelayanan dan Sumber Kelautan di NTT dan Titi Susilawati Prabawa, dosen program profesional UKSW membawakan materi Pembangunan Kepariwisataan di NTT.

Ditambahkan, selain menghadirkan para peserta selain dosen dan mahasiswa program Doktor Studi Pembangunan dari UKSW Salatiga juga diikuti oleh alumnus UKSW Salatiga yang berdomisili di Kota Kupang dan sekitarnya serta para pimpinan perguruan tinggi, LSM, OKP dan Pers di Kota Kupang.

Untuk mensukseskan kegiatan ini, para alumnus PPS UKSW Salatiga di Kupang mempercayakannya kepada Djidon de Haan sebagai ketua panitia dan Bele Antonius sebagai sekretaris panitia.

Dalam siaran pers tersebut disebutkan, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki luas wilayah daratan 47.349,9 Km2 terbagi atas 1.192 pulau dengan luas wilayah perairan mencapai 200.000 km2 di luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

"Kondisi obyektif wilayah NTT yang terdiri dari pulau-pulau berdampak pada sistem transportasi. Daya dukung infrastruktur laut, udara dan darat sangat minim, sehingga masih banyak daerah yang masih terisolasi, baik fisik, ekonomi maupun sosial," tulisnya.

Selain itu ditambahkan, NTT adalah daerah yang beriklim kering, suhu udara rata-rata 27,6o celcius. Itulah sebabnya di NTT terdapat hamparan padang rumput (sabana) yang luas dan cocok untuk budidaya peternakan. Selain kering, topografi NTT juga terdiri dari bukit dan gunung.

Namun tambahnya yang membanggakan, provinsi kepuluan ini memiliki hamparan laut yang sangat luas dan memiliki kekayaan biota laut yang sangat menjanjikan, sayangnya belum dikelola/dimanfaatkan dengan maksimal untuk kesejahteraan masyarakat NTT.

Dituliskan, seorang Ferdinand J Ormeling (1912-2002) almarhum, professor pada International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation (ITC) Netherlands pada tahun 1955 berhasil mempertahankan tesis doktoralnya di Universitas Indonesia Jakarta dengan topik, ‘The Timor Problem: A Study of an Underdeveloped Island’. Tesis tersebut kemudian dibukukan dan selanjutnya telah menjadi rujukan dominan terutama bagi para ilmuwan sosial dan lingkungan, juga bagi berbagai elit intelektual dalam dan luar negeri dalam mengkonstruksikan pulau Timor (NTT) dalam kebijakan pembangunan.

Dalam narasi Ormeling tentang NTT tepatnya 50-an tahun lalu, pulau Timor dan NTT umumnya dilukiskan sebagai wilayah yang kering dengan curah hujan yang rendah dan waktu hujan yang pendek merupakan wilayah yang sangat krisis terhadap kekeringan panjang dan masih banyak lagi teropong ekologis pulau Timor lebih dari lima puluh tahun lalu. Buku tersebut juga sempat menuliskan istilah-istilah seperti ‘lapar biasa’ dan ‘lapar luar biasa’ yang kerap digunakan dalam istilah sehari-hari di dalam masyarakat, terutama masyarakat Timor di NTT.

‘Lapar biasa’ yang menunjuk pada musim paceklik setiap tahunnya, sekira bulan Januari sampai Maret. Temuan dari penelitian ini bukan hanya sekedar menegaskan ulang Ormelling, namun lebih dari itu, ada yang secara fenomena berubah dalam ruang yang sama yakni 50-an tahun pembangunan NTT kerap diibaratkan sebagai ‘jalan mundur’ dengan berbagai indikasi-indikasi seperti isu lintas batas Timor Leste-Timor Barat yang bukan hanya menjadi pengulangan sejarah tahun 1911 masa tanam paksa kolonial Portugis di Leste (Statute Labor 1911), melainkan juga sederet peristiwa seperti busung lapar 2006/2007 di Kabupaten Belu yang juga dialami oleh Kabupaten Rote 2007/2008 - mengingatkan kembali soal gelombang migrasi orang Rote ke Timor Barat sejak seratus tahun lalu- yang tentunya tidak bisa dipisahkan dari pengaruh Belanda sebagaimana yang dikemukakan Profesor James Fox (Guru Besar Ilmu Antropologi di Australian National University) dalam penelitian antropologinya di pulau Rote.

Seminar Sehari yang diselenggarakan atas kerjasama antara Program Studi Doktor Studi Pembangunan-Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana (PPs UKSW) Salatiga, Alumni PPs UKSW Salatiga di Kupang dan Pemerintah Daerah NTT ini bukan soal mengunjungi kembali apakah Ormeling benar atau salah, tetapi sebuah penelitian yang memotret kembali dinamika lokal diberbagai daerah-daerah di NTT khususnya di daerah-daerah yang masuk pada dimensi lain dari konsep kemiskinan mutakhir seperti ‘spatial poverty trap’ atau jebakan kemiskinan spasial yang dapat dijelaskan sebagai berikut, secara ekologis-geografis terisolasi, tipis lapisan sumber daya alam, rendahnya infrastruktur, lemahnya kelembagaan (rule of laws, governance) dan secara politis terisolasi karena tak terpikirkan oleh pengambil kebijakan di sentra kekuasaan. (vit)