NTT FOOD SUMMIT 2008
Membaca berbagai tulisan pada media cetak maupun berita pada media elektronik terutama local NTT, banyak kalangan yang cukup tertarik untuk terus membahas tentang kondisi kerawanan pangan dan gizi yang masih sering terjadi di NTT. Menjadi pertanyaan bagi kita semua adalah apakah mungkin ??? bagaimana caranya???, siapa yang harus menyelesaikan??? sampai kapan baru bisa diselesaikan???
Mengawali tulisan ini, mari kita merefleksi kembali ke belakang untuk melihat komitmen dunia yang telah dibangun selama ini bahwa “pemenuhan pangan bagi setiap individu menjadi prioritas perhatian masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang”.
Perhatian atas pangan tersebut lebih mengemuka lagi semenjak diadakannya world food Summit yang pertama oleh FAO pada tahun 1974. Salah satu pertanyaan penting dari pertemuan itu adalah bahwa “ seluruh negara dan masyarakat dunia secara keseluruhan mengupayakan untuk menghilangkan kelaparan dan kekurangana gizi dalam waktu satu dekade “.
Pertanyaan besar dari pertemuan FAO tersebut ternyata tidak dapat diwujudkan dengan baik sampai dengan Tahun 1990-an, terutama karena adanya masalah ketidaksinambungan ketersediaan, distibusi, daya beli dan pertumbuhan penduduk antar wilayah maupun negara.
Pada Tahun 1992 FAO/WHO mengadakan International Conference on Nutrition di Roma yang antara lain mengeluarkan pernyataan untuk ”menghilangkan kematian yang disebabkan oleh kelaparan”. Dalam konferensi ini dibahas mengenai pentingnya ketahanan pangan (Food Security) oleh para pakar pangan dan gizi.
Selanjutnya World Food Summit yang diselenggarakan oleh FAO pada Tahun 1996 memberi tekanan lebih besar mengenai pentingnya ketahanan pangan dengan dikelurkannya kesepakatan “untuk mencapai ketahanan pangan bagi setiap orang dan untuk melanjutkan upaya menghilangkan kelaparan di seluruh negara“.
Sasaran jangka menengah yang ingin dicapai adalah menurunkan jumlah orang yang kekurangan gizi menjadi setengahnya paling lambat Tahun 2015“. Pernyataan-peryataan hasil konferensi pangan dunia tersebut menunjukan adanya komitmen bangsa-bangsa di dunia atas pemenuhan pangan bagi seluruh penduduk dan menunjukan bahwa masalah pangan perlu penanganan secara bersama dengan program-program yang terarah dan terukur.
Setiap tahun, dunia Internasional termasuk Indonesia dan juga tingkat Provinsi NTT pada setiap tanggal 16 Oktober memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS), sebagai bentuk kepedulian kita terhadap betapa pentingnya pangan bagi kehidupan manusia.
Tema HPS tahun ini pada tingkat internasional adalah Wold food sicurity, the challenges of climate, changes and bioenergy; sedangkan pada tingkat nasional adalah ketahanan pangan, perubahan iklim, bioenergy dan kemandirian petani; selanjutnya untuk Provinsi NTT adalah Dengan semangat gotong royong kita tingkatkan kemandirian pangan melalui pemberdayaan masyarakat menuju NTT baru.
Momentum ini tentu tidak hanya sekedar mengingatkan kita pada 29 tahun yang silam dimana organisasi pangan dunia (FAO) yang mengurus pangan mempunyai kepedulian terhadap terwujudnya pemenuhan kebutuhan pangan bagi manusia, akan tetapi lebih dari itu adalah untuk menyadarkan kepada kita semua sebagai unsur yang membutuhkan pangan demi kelangsungan hidup dan kehidupan, agar selalu berpikir dan bertindak bagaimana dapat memperoleh pangan yang cukup secara kontinue baik jumlah maupun mutu.
Disadari bahwa ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang kompleks yang mencakup sub sistem keterediaan, distibusi dan konsumsi pangan. Hal ini berarti bahan ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang harus dibangun secara lintas sektoral, lintas pelaku dan lintas daerah. Dengan demikian, koordinasi dan harmonisasi kebijakan dan program/kegiatan menjadi kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan nasional dan daerah.
Berbagai kegiatan pertemuan, apresiasi, workshop dan lain sebagainya tentang ketahanan pangan dan gizi sudah dilaksanakan oleh berbagai institusi dan elemen masyarakat serta merekomendasikan berbagai hal mulai dari identifikasi permasalahan sampai dengan memberikan solusi upaya pemecahannya.
Demikian juga berbagai program dan kegiatan sudah dilaksanakan, akan tetapi kita masih terus bergelut dengan masalah ketidaktahanan pangan dan gizi di NTT. Kembali pada pertanyaan-pertanyaan di atas maka sebenarnya jawabannya sederhana saja yaitu ”Sepanjang semua pemangku kepentingan belum duduk bersama mulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta merumuskan langkah tindak lanjut” maka sebaik apapun program/kegiatan yang dilaksanakan dan berapapun uang yang disalurkan kepada masyarakat akan tetap saja habis tak berbekas.
Untuk itu mengawali periode kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT 2008-2013 dengan motto“SEHATI SESUARA MEMBANGUN NTT BARU”, dengan Paradigma Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera (“ANGGUR MERAH”) , maka peringatan HPS XXVIII tahun 2008 tingkat Provinsi NTT, dapat dijadikan sebagai salah satu momentum bersejarah bersama oleh semua pemangku kepentingan di daerah ini dalam merumuskan langkah operasional bersama memerangi masalah kemiskinan, kerawanan pangan dan gizi sampai dengan kelaparan di Provinsi NTT yang kita cintai dan kita banggakan yang akan memasuki usia 50 tahun.
Hal ini mendapat sambutan positif dari beberapa Lembaga Internasional dan LSM antara lain VECO. FAO, Oxfam GB, Oxfam Australia, KRKP, SBIB, Yayasan Kehati, Bina Desa, Pikul, ACCESS, Weight Neighbour, Swiss-contact, Care International, Plan International dan Lembaga International yang bekerja di Provinsi NTT serta didukung oleh Pemerintah Pusat melalui Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI dan Pemerintah Daerah Provinsi NTT, akan melaksanakan NTT FOOD SUMMIT 2008 pada tanggal 28-29 Oktober 2008 di Maumere. Output yang diharapkan adalah adanya “Deklarasi Maumere dan Rencana Aksi Bersama tentang Ketahanan Pangan dan Gizi di NTT”.
Marilah kita semua dukung bersama momentum ini, sebab kalau bukan kita yang memulai sekarang siapa lagi???
Dengan harapan momentum ini bukan sekedar hanya untuk menghasilkan “deklarasi dan rencana aksi” saja tetapi yang terpenting adalah semua pemangku kepentingan yang duduk bersama mempunyai komitmen yang kuat untuk mengimplementasikannya.....sehingga ke depan stigma NTT Rawan Pangan dan Gizi tidak terdengar lagi.......
Mengawali tulisan ini, mari kita merefleksi kembali ke belakang untuk melihat komitmen dunia yang telah dibangun selama ini bahwa “pemenuhan pangan bagi setiap individu menjadi prioritas perhatian masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang”.
Perhatian atas pangan tersebut lebih mengemuka lagi semenjak diadakannya world food Summit yang pertama oleh FAO pada tahun 1974. Salah satu pertanyaan penting dari pertemuan itu adalah bahwa “ seluruh negara dan masyarakat dunia secara keseluruhan mengupayakan untuk menghilangkan kelaparan dan kekurangana gizi dalam waktu satu dekade “.
Pertanyaan besar dari pertemuan FAO tersebut ternyata tidak dapat diwujudkan dengan baik sampai dengan Tahun 1990-an, terutama karena adanya masalah ketidaksinambungan ketersediaan, distibusi, daya beli dan pertumbuhan penduduk antar wilayah maupun negara.
Pada Tahun 1992 FAO/WHO mengadakan International Conference on Nutrition di Roma yang antara lain mengeluarkan pernyataan untuk ”menghilangkan kematian yang disebabkan oleh kelaparan”. Dalam konferensi ini dibahas mengenai pentingnya ketahanan pangan (Food Security) oleh para pakar pangan dan gizi.
Selanjutnya World Food Summit yang diselenggarakan oleh FAO pada Tahun 1996 memberi tekanan lebih besar mengenai pentingnya ketahanan pangan dengan dikelurkannya kesepakatan “untuk mencapai ketahanan pangan bagi setiap orang dan untuk melanjutkan upaya menghilangkan kelaparan di seluruh negara“.
Sasaran jangka menengah yang ingin dicapai adalah menurunkan jumlah orang yang kekurangan gizi menjadi setengahnya paling lambat Tahun 2015“. Pernyataan-peryataan hasil konferensi pangan dunia tersebut menunjukan adanya komitmen bangsa-bangsa di dunia atas pemenuhan pangan bagi seluruh penduduk dan menunjukan bahwa masalah pangan perlu penanganan secara bersama dengan program-program yang terarah dan terukur.
Setiap tahun, dunia Internasional termasuk Indonesia dan juga tingkat Provinsi NTT pada setiap tanggal 16 Oktober memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS), sebagai bentuk kepedulian kita terhadap betapa pentingnya pangan bagi kehidupan manusia.
Tema HPS tahun ini pada tingkat internasional adalah Wold food sicurity, the challenges of climate, changes and bioenergy; sedangkan pada tingkat nasional adalah ketahanan pangan, perubahan iklim, bioenergy dan kemandirian petani; selanjutnya untuk Provinsi NTT adalah Dengan semangat gotong royong kita tingkatkan kemandirian pangan melalui pemberdayaan masyarakat menuju NTT baru.
Momentum ini tentu tidak hanya sekedar mengingatkan kita pada 29 tahun yang silam dimana organisasi pangan dunia (FAO) yang mengurus pangan mempunyai kepedulian terhadap terwujudnya pemenuhan kebutuhan pangan bagi manusia, akan tetapi lebih dari itu adalah untuk menyadarkan kepada kita semua sebagai unsur yang membutuhkan pangan demi kelangsungan hidup dan kehidupan, agar selalu berpikir dan bertindak bagaimana dapat memperoleh pangan yang cukup secara kontinue baik jumlah maupun mutu.
Disadari bahwa ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang kompleks yang mencakup sub sistem keterediaan, distibusi dan konsumsi pangan. Hal ini berarti bahan ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang harus dibangun secara lintas sektoral, lintas pelaku dan lintas daerah. Dengan demikian, koordinasi dan harmonisasi kebijakan dan program/kegiatan menjadi kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan nasional dan daerah.
Berbagai kegiatan pertemuan, apresiasi, workshop dan lain sebagainya tentang ketahanan pangan dan gizi sudah dilaksanakan oleh berbagai institusi dan elemen masyarakat serta merekomendasikan berbagai hal mulai dari identifikasi permasalahan sampai dengan memberikan solusi upaya pemecahannya.
Demikian juga berbagai program dan kegiatan sudah dilaksanakan, akan tetapi kita masih terus bergelut dengan masalah ketidaktahanan pangan dan gizi di NTT. Kembali pada pertanyaan-pertanyaan di atas maka sebenarnya jawabannya sederhana saja yaitu ”Sepanjang semua pemangku kepentingan belum duduk bersama mulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta merumuskan langkah tindak lanjut” maka sebaik apapun program/kegiatan yang dilaksanakan dan berapapun uang yang disalurkan kepada masyarakat akan tetap saja habis tak berbekas.
Untuk itu mengawali periode kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT 2008-2013 dengan motto“SEHATI SESUARA MEMBANGUN NTT BARU”, dengan Paradigma Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera (“ANGGUR MERAH”) , maka peringatan HPS XXVIII tahun 2008 tingkat Provinsi NTT, dapat dijadikan sebagai salah satu momentum bersejarah bersama oleh semua pemangku kepentingan di daerah ini dalam merumuskan langkah operasional bersama memerangi masalah kemiskinan, kerawanan pangan dan gizi sampai dengan kelaparan di Provinsi NTT yang kita cintai dan kita banggakan yang akan memasuki usia 50 tahun.
Hal ini mendapat sambutan positif dari beberapa Lembaga Internasional dan LSM antara lain VECO. FAO, Oxfam GB, Oxfam Australia, KRKP, SBIB, Yayasan Kehati, Bina Desa, Pikul, ACCESS, Weight Neighbour, Swiss-contact, Care International, Plan International dan Lembaga International yang bekerja di Provinsi NTT serta didukung oleh Pemerintah Pusat melalui Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI dan Pemerintah Daerah Provinsi NTT, akan melaksanakan NTT FOOD SUMMIT 2008 pada tanggal 28-29 Oktober 2008 di Maumere. Output yang diharapkan adalah adanya “Deklarasi Maumere dan Rencana Aksi Bersama tentang Ketahanan Pangan dan Gizi di NTT”.
Marilah kita semua dukung bersama momentum ini, sebab kalau bukan kita yang memulai sekarang siapa lagi???
Dengan harapan momentum ini bukan sekedar hanya untuk menghasilkan “deklarasi dan rencana aksi” saja tetapi yang terpenting adalah semua pemangku kepentingan yang duduk bersama mempunyai komitmen yang kuat untuk mengimplementasikannya.....sehingga ke depan stigma NTT Rawan Pangan dan Gizi tidak terdengar lagi.......