BA’A, Timex - Petani kopra di Rote Selatan mengeluhkan harga kopra di pasaran dan akses jalan yang masih terisolir. Masyarakat Desa Inaoe mengeluhkan harga kopra yang diberikan pengusaha yang semakin membingungkan di pasaran.
Hal ini disampaikan beberapa tokoh masyarakat melalui dialog khusus dengan bupati Rote Ndao bersama rombongan usai acara perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Bulan Bakti Gotong-Royong di Desa Inaoe Kecamatan Rote Selatan, Sabtu (8/5).
Saul Jesua, salah satu tokoh masyarakat (tomas) Desa Daleholu mengusulkan, Rote Selatan butuh kesejahteraan. Petani kopra masih merasa kesulitan untuk menjadi pengusaha kopra, karena akses jalan ke tempat tersebut sangat memprihatinkan. Kondisinya berlubang dan badan jalan yang belum rata, sehingga pengusaha tidak dapat masuk membeli kopra terutama pada musim hujan.
“Pengusaha tidak bisa masuk untuk beli kopra karena alasannya jalan tidak betul. Kalau terpaksa datang, harga kopra pasti merosot dengan harga Rp 800 per kg. Kadang-kadang Rp 1.200 per kg. Padahal, kami masyarakat disini pernah merasakan Rp 5.000 per kg. Jadi kami minta kepada pemerintah untuk membantu memecahkan persoalan ini buat masyarakat disini,” pinta Jesua.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Rote Ndao, Leonard Haning mengatakan, keluhan akses jalan ke wilayah Rote Selatan segera dijawab untuk langsung dibuat tahun ini karena mengingat banyak aspek. ”Saya boleh katakan bahwa pemerintah sudah menjawab keluhan masyarakat disini karena beberapa aspek yang sangat penting yaitu sulitnya pengusaha untuk masuk membeli kopra dari petani kopra karena kondisi jalan yang rusak berat,” ujarnya.
Menurutnya, permintaan masyarakat tentang akses jalan sudah pemerintah jawab sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi yang sulit dipertimbangkan adalah masalah harga kopra yang cenderung naik-turun di pasaran. ”Nanti kita kaji dulu produksi total kopra di Rote baru kita usahakan kira-kira pengusaha mana yang mau tampung petani punya kopra karena ini bidangnya bisnis swasta.
Dijelaskan, konsep pembangunan dari sebuah daerah adalah pemimpin harus mendengar keluhan masyarakat dengan cara harus ada koordinasi dari setiap dusun untuk diusulkan ke desa. ”Kalau desa mengalami kendala, maka dia harus koordinasi dengan camat supaya sistem pemerintahan berjalan sesuai dengan yang kita harapkan.
Masyarakat juga jangan berharap kepada pemerintah lewat dana bantuan dan raskin, tapi masyarakat perlu berusaha sendiri lewat bercocok tanam dan sebagainya. Jangan harap pemerintah saja lewat bantuan raskin dan malas bekerja justru kita harus mampu buat industri sendiri lewat pekerjaan apa saja yang penting bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.
“Industri yang saya maksud bukan berarti pabrik mesin tapi bahwa masyarakat harus mampu bekerja sendiri tanpa bantuan pemerintah. Karena ini soal kebutuhan jasmani. Contoh lain, cetak batako, iris lontar dan jual kopra untuk pendidikan anak juga termasuk salah satu produksi dimana kita bisa berbuat sesuatu dan bisa memperjuangkn anak-anak untuk berhasil suatu saat nanti,” ujarnya. (kr8)
Hal ini disampaikan beberapa tokoh masyarakat melalui dialog khusus dengan bupati Rote Ndao bersama rombongan usai acara perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Bulan Bakti Gotong-Royong di Desa Inaoe Kecamatan Rote Selatan, Sabtu (8/5).
Saul Jesua, salah satu tokoh masyarakat (tomas) Desa Daleholu mengusulkan, Rote Selatan butuh kesejahteraan. Petani kopra masih merasa kesulitan untuk menjadi pengusaha kopra, karena akses jalan ke tempat tersebut sangat memprihatinkan. Kondisinya berlubang dan badan jalan yang belum rata, sehingga pengusaha tidak dapat masuk membeli kopra terutama pada musim hujan.
“Pengusaha tidak bisa masuk untuk beli kopra karena alasannya jalan tidak betul. Kalau terpaksa datang, harga kopra pasti merosot dengan harga Rp 800 per kg. Kadang-kadang Rp 1.200 per kg. Padahal, kami masyarakat disini pernah merasakan Rp 5.000 per kg. Jadi kami minta kepada pemerintah untuk membantu memecahkan persoalan ini buat masyarakat disini,” pinta Jesua.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Rote Ndao, Leonard Haning mengatakan, keluhan akses jalan ke wilayah Rote Selatan segera dijawab untuk langsung dibuat tahun ini karena mengingat banyak aspek. ”Saya boleh katakan bahwa pemerintah sudah menjawab keluhan masyarakat disini karena beberapa aspek yang sangat penting yaitu sulitnya pengusaha untuk masuk membeli kopra dari petani kopra karena kondisi jalan yang rusak berat,” ujarnya.
Menurutnya, permintaan masyarakat tentang akses jalan sudah pemerintah jawab sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi yang sulit dipertimbangkan adalah masalah harga kopra yang cenderung naik-turun di pasaran. ”Nanti kita kaji dulu produksi total kopra di Rote baru kita usahakan kira-kira pengusaha mana yang mau tampung petani punya kopra karena ini bidangnya bisnis swasta.
Dijelaskan, konsep pembangunan dari sebuah daerah adalah pemimpin harus mendengar keluhan masyarakat dengan cara harus ada koordinasi dari setiap dusun untuk diusulkan ke desa. ”Kalau desa mengalami kendala, maka dia harus koordinasi dengan camat supaya sistem pemerintahan berjalan sesuai dengan yang kita harapkan.
Masyarakat juga jangan berharap kepada pemerintah lewat dana bantuan dan raskin, tapi masyarakat perlu berusaha sendiri lewat bercocok tanam dan sebagainya. Jangan harap pemerintah saja lewat bantuan raskin dan malas bekerja justru kita harus mampu buat industri sendiri lewat pekerjaan apa saja yang penting bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.
“Industri yang saya maksud bukan berarti pabrik mesin tapi bahwa masyarakat harus mampu bekerja sendiri tanpa bantuan pemerintah. Karena ini soal kebutuhan jasmani. Contoh lain, cetak batako, iris lontar dan jual kopra untuk pendidikan anak juga termasuk salah satu produksi dimana kita bisa berbuat sesuatu dan bisa memperjuangkn anak-anak untuk berhasil suatu saat nanti,” ujarnya. (kr8)